GUMAY NIAN PO...!

25 Jun 2011

PUYANG GUNE RAJE MENUNTUT BALAS KE MAJAPAHIT

Oleh : Lan Djekindang

Setelah Negeri Ruban dapat dikalahkan seperti telah diuraikan terdahulu, maka Puyang Gune Raje  dan Puyang Bige kembali lagi menemui Ratu Majapahit untuk menagih janjinya hendak membunuh Kerie Tabing dan dinyatakannya bahwa Negeri Ruban telah dikalahkannya.
Mendengar keterangan Puyang Gune Raje dan Puyang Bige, Ratu Majapahit ingin mengulur janji dan mengulur waktu dengan menambahkan persyaratan baru yang harus dilakukan oleh Puyang Gune Raje dan Puyang Bige, yakni kalahkan lebih dahulu HULUBALANG 40 yang sangat terkenal kesaktiaanya disekeliling istana Ratu Majapahit. Dan persyaratan ini diterima.
Atas perundingan keduanya, maka Puyang Bige lah yang akan menghadapi Hulubalang 40 tersebut. Setelah Hulubalang 40 itu hadir semua dihadapannya, mulaillah ia menunjuk kearah hulubalang-hulubalang itu sambil menghitung satu persatu dari 1 sampai dengan seterusnya. Yang terkena hitungan Puyang Bige langsung roboh dan mati. Melihat tersebut beberapa orang hulubalang yang belum terkena hitungan Puyang Bige melarikan diri dari maut.
Melihat kehancuran hulubalang-hulubalangnya itu Ratu Majapahit jadi bingung, namun ia masih punya akal dan sempat berpikir. Kepada Puyang Gune Raje dan Puyang Bige ditawarkannya persyaratan lain lagi, yakni harus mengalahkan HULUBALANG 7, yang kegagahannya dan kesaktiannya lebih hebat dan tangguh dari hulubalang 40.
Atas Permintaan yang amat sangat kepada kakaknya Puyang Gune Raje, maka tugas ini agar saya lagi yang melakukannya kata Puyang Bige. Dan terpaksa Puyang Gune Raje mengalah dan setuju. Dan juga dalam perlawanan sekali ini Puyang Bige dapat mengakhirinya dengan menghancurkan ketujuh orang hulubalang itu.
Rupanya Ratu Majapahit yang menyaksikan peristiwa itu makin penasaran dan bernafsu sekali menghancurkan Puyang Gune Raje dan Puyang Bige. Masih ada seorang lagi yang sangat diandalkan kehebatannya oleh Ratu Majapahit. Orang tersebut adalah MUMBUNG MESEGI, yaitu kepala dari seluruh kepala hulubalang yang ada di Majapahit. Ratu Majapahit kemudian menawarkan kepada Puyang Gune Raje dan Puyang Bige untuk melawannya.
Untuk menghadapi Mumbung Mesegi ini Puyang Gune Raje dan Puyang Bige berunding lagi. Keinginan Puyang Bige, dia lagi yang melawannya, sedangkan Puyang Gune Raje berharap betul kepada Puyang Bige dengan muka cemberut menyetujuinnya.
Dan sebagai gelanggang tempat Puyang Gune Raje bertarung dengan Mumbung Mesegi, Ratu Majapahit menyediakan SEKHEKAP BESI, yaitu sebuah kotak besi yang tidak begitu besar atau luas dan tertutup ( hanya ada lobang kecil sekedar membantu udara masuk untuk pernapasan). Lalu masuklah keduanya dalam sekhekap besi dan dikunci dari luar dengan kuat.
Tidak berapa lama terdengarlah kedebag-kedebug dalam sekhekap besi itu menandakan duel antara kedua orang sakti tersebut sudah berlangsung. Lama pertarungan itu terjadi sampai memakan waktu sehari penuh. Namun tanda-tanda bahwa salah seorang dari keduannya telah menang ataupun mati belum kedengeran.
Pada hari kedua dari luar pertarungan makin seru. Baik Ratu Majapahit maupun Puyang Bige tetap menungu dengan harap2 cemas siapa gerangan yang akan keluar sebagai pemenang dan sebaliknya siapa yang akan mati kemudian dilemparkan kepada singa-singa lapar peliharaan Ratu Majapahit yang siap menguyah mangsa.

Akhirnya tibalah saat yang dinanti-nantikan dengan harap-harap cemas. Sekonyong-konyong sekhekap besi menjadi hening. Keadaan menjadi sunyi senyap. Sedikitpun tak ada suara dalam sekhekap besi. Hanya ada sekali-kali dengusan nafas seseorang tanda kelelahan. Orang diluar pun hening, masing-masing berpandangan yang satu dengan yang lain. Demikian juga Ratu Majapahit dan Puyang Bige. Dalam hati mereka bertanya-tanya siapakah sebetulnya yang sudah mati atau kalah, dan siapa pula yang masih hidup atau menang. Bagi Puyang Bige tentunya mengharapakan Puyang Gune Raje yang kedengaran dengus nafasnya itu, sebaliknya bagi Ratu Majapahit yakin betul bahwa Mumbung Mesegi yang masih hidup.
Atas persetujuan Ratu Majapahit dan puyang Bige maka sekhekap besi dibuka dan nyatanya kelihatan berdiri dengan tegapnya adalah Puyang Gune Raje, sedangkan Mumbung Mesegi dalam keadaan tertelungkup, badanya kelihatan pucat biru dan tidak ada lagi tanda-tanda bahwa pernafasannya masih jalan, sementara disela tulang selengkangannya masih terus mengucurkan darah putih.
Dalam hal ini Ratu Majapahit memandang Puyang Gune Raje dengan penuh keheranan. Kenyataan dugaannya bisa meleset. Sebab menurutnya tidak mungkin Mumbung Mesegi akan dapat dikalahkan oleh Puyang Gune Raje, tetapi kenyataan malah sebaliknya. Lalu Ratu Majapahit bertanya pada Puyang Gune Raje, senjata apa yang digunakan dalam pertempuran tadi sambil mengeledah tubuh Puyang Gune Raje. Dan….berdentinglah sebuah benda keras lagi kecil jatuh ke tanah.
Melihat benda jatuh tersebut, Ratu Majapahit memungutnya da mengamatinya dari dekat. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda ia yakin dan sadar akan kehebatan benda tersebut. Benda tersebut adalah besi, bentuknya seperti paku. Ratu Majapahit memahami bahwa besi itu bukanlah sembarang besi, besi itu berasal dari arsy, yakni tonggak besi tempat mengikat tali ayam guna memikat ayam beruge (ayam hutan).
Mengetahui akan bagusnya asal besi tersebut dan rupanya Ratu Majapahit ini juga ahli membuat keris, maka besi tersebut dipijit-pijitnya dengan jari hingga akhirnya jadilah sebilah keris yang anggun, kemudian diberikan lagi pada Puyang Gune Raje seraya menepuk-nepuk pundak Puyang Gune Raje dengan Penuh rasa bangga guna tetap dipakai oleh Puyang Gune Raje dan meyakinkan bahwa keris itu bagus sekali.
Selanjutnya dilakukanlah pemenuhan janji Ratu pada Puyang Gune Raje dan Puyang Bige. Ratu Majapahit memperkenankan kepada meraka berdua untuk melaksanakan niat mereka membunuh Kerie Tabing. Dan untuk maksud tersebut Ratu Majapahit menyerahkan 2 ekor anjing peliharaannya kepada Puyang Gune Raje dan Puyang Bige (yang sebetulnya 2 ekor anjing tersebut tidak lain adalah singa ) dengan janji sesudah Kerie Tabing di bunuh ke 2 anjing itu harus dikembalikan lagi pada Ratu Mjapahit. Sementara itu Kerie Tabing telah melarikan diri begitu mendengar keputusan Ratu Majapahit.
Kemudian Puyang Gune Raje dan Puyang Bige terus mencari jejak Kerie Tabing yang sudah melarikan diri entah kemana. Akhirnya dapat juga diketahui bahwa Kerie Tabing mengurung diri disuatu tempat dihuluaan sungai Lematang tidak begitu jauh dari Balai Buntar (Kalau sekarang dibilang daerah Basemah Tengah) yang akhirnya tempat tersebut dinamakanlah TANJUNG KURUNG.
Puyang Gune Raje terus melacaknya dengan 2 ekor singannya. Kerie Tabing rupanya mengetahui bahwa 2 orang musuhnya beserta 2 ekor singanya sedang mengintainya, karena itu ia bersembunyi disebuah rumpun salak, namun masih juga dapat dicium oleh 2 ekor singa tadi, maka tamatlah riwayat Kerie Tabing dilalap singa-singa tesebut.
Setelah beberapa lama matinya Kerie Tabing, rupanya Puyang Gune Raje dan Puyang Bige masih belum puas, sebab mereka baru sadar bahwa yang membunuh Kerie Tabing bukanlah tangan mereka, tetapi kedua singa tesebut.
Lalu mereka berdua memutuskan bahwa kedua singa tadi harus dibunuh pula. Saat itu lalu diayunkanlah pedang oleh Puyang Gune Raje pada singa itu dan salah seekornya mati seketika. Hendak diayunkan lagi pedang tersebut kedua kalinya, namun yang seekor lagi sempat lari dan terus dikejar namun tidak ditemukan lagi. Seekor singa itu  berlari dan bersembunyi dikawasan Bukit Gambut dihuluaan sungai Endikat Gumay Talang. Konon hingga sekarang setiap malam 9 atau 19 atau 9 likur, singa tersebut sering lalu lalang di sungai Endikat bagian hulu tersebut. Sedang seekor singa yang berhasil dibunuh tadi dihanyutkan di sungai Lematang yakni dilemparkan ke suatu Lubuk antara dusun Karang Dalam dan dusun Lubuk Sepang sekarang. Begitu singa itu dilemparkan dari atas dan jatuh kelubuk itu terdengarlah suara mekhinih. Kemudian terkenal Lubuk itu dengan nama LUBUK MEKHIHAN.
Selanjutnya karena salah seekor singa tadi tidak berhasil dibunuh oleh Puyang Gune Raje dan Puyang Bige, mereka berdua masih belum puas. Mereka ingin tetap melaksanakan niat balas dendamnya yang kali ini langsung ditujukan pada Ratu Majapahit. Lalu pergilah mereka ke pusat keratuan Majapahit, dan sementara itu seekor singa mati yang dihayutkan di sungai Lematang tadi, rupanya bangkainya nyangat ditempat pemandian Ratu Mjapahit yakni sebuah sungai yang tidak jauh dari Istana. Dan sewaktu Ratu Majapahit melihat dan menyaksikan bangkai singa tersebut ia jadi heran apa sebabnya yang demikian terjadi.
Setelah sampai ke negeri Majapahit, Puyang Gune Raje dan Puyang Bige langsung menemui Ratu dan menyampaikan niat mereka akan menuntut balas langsung kepada Ratu. Mendengar keterangan Puyang Gune Raje dan Puyang Bige ini Ratu Majapahit jadi heran dan tercengang dan tidak mengerti. Ratu seakan-akan tidak percaya akan perkataan kedua adik beradik ini. Tetapi rupanya memang betul-betul demikian yang dikehendaki oleh Puyang Gune Raje da Puyang Bige.
Atas kemauan Puyang Gune Raje dan Puyang Bige ini akhirnya Ratu Majapahit dalam hatinya memutuskan tidak ada pilihan lain kecuali meladeni kehendak Puyang Gune Raje dan Puyang Bige. Begitu kedua belah pihak akan mulai berhantam dan mulai saling serang menyerang, terdengar suara nyaring dari atas (dari Yang maha kuasa) agar kedua belah segera menghentikan niat untuk saling serang menyerang. Bunyi suara itu kira-kira demikian :….berenti, berenti ! (mendengar suara itu lalu kedua belah pihak menghentikan aksinya seketika ) Kamu dik kene belage. Aku engga kamu tu same sayange. Kundu kamu tu same. Kamu dide kebekalahan…..”
Mendengar suara yang tiba-tiba datangnya itu lalu kedua belah pihak memandang satu sama lain, lalu mengadakan perjanjian yang dilafazkan oleh Ratu Majapahit tidak akan mengadakan permusuhan diantara mereka. Sanak bujang sanak gadis, yang  dianggukkan oleh Puyang Gune Raje dan Puyang Bige. Lalu Bige menyambung : “ Kendak kami tertuju, pintak kami tekabul “ yang juga dianggukan oleh Ratu Majapahit.
Sejak saat itu antara Ratu Majapahit dan Puyang Gune Raje beserta Puyang Bige menjadi bersahabat baik. Demikian juga tentunya antara Gumay dan Negeri Majapahit. Ratu Majapahit menawarkan kepada Puyang Gune Raje dan Puyang Bige untuk tinggal beberapa lama di istana Majapahit bagai tamu agung. Mereka berdua oleh Ratu Majapahit dilayani dengan sebaik-baiknya.
Puyang Gune Raje dan Puyang Bige menerima pula dengan baik tawaran Ratu Majapahit dan tinggallah mereka berdua beberapa lama disana, dengan janji mereka berdua tidak boleh melihat keatas loteng istana. Dan Puyang Gune Raje dan Puyang Bige tidak berkeberatan atas persyaratan yang diajukan tersebut.
Selama beberapa hari tinggal di istana ada hal-hal asing lagi aneh bagi Puyang Gune Raje dan Puyang Bige, yaitu adanya bermacam-macam suara yang berasal dari loteng istana itu, dan diantara suara itu ada yang berbunyi “……aku dide takut engga sape saje, ku abisi gegale manusia ni , teke Ratu Majapahit ni ku abisi, amu ade yang nundekah……..”
Bagi Puyang Gune Raje suara-suara itu tidak dihiraukan betul, lain halnya dengan Puyang Bige. Puyang Bige ingin sekali melihat apa sebetulnya terjadi diatas loteng. Lalu Puyang Bige cari akal. Puyang Bige pura-pura sakit demam. Disuguhkan makanan apa saja jangankan memakannya, meyentuhnya pun Puyang Bige tidak mau. Ratu Majapahit timbul bingung, apa gerangan penyakit yang diderita oleh tamu agungnya ini. Ratu Mjapahit kemudian menanyakan pada Puyang Bige, makanan apa kira-kira yang Puyang Bige senangi.
Atas pertanyaa itu Puyang Bige lantas menjawab, rasa-rasanya saya ingin sekali makan nasi dengan sayur pakis yang dimasak beserta tangkai-tangkainya dan tidak dipotong-potong. Mendengar keinginan Puyang Bige demikian lalu Ratu Majapahit mengarahkan orang-orang istana untuk mencari sayur pakis dimaksud. Dan rupanya memang mudah sayur seperti ini ditemukan sebab sayur ini banyak terdapat dipinggiran sungai yang tidak begitu jauh dengan istana. Lalu dimasaklah sayur pakis tersebut secepatnya. Setelah masak segera dihidangkan pada Puyang Bige beserta nasi secukupnya.
Maka makanlah Puyang Bighe dan sewaktu Puyang Bige tersebut makan sayur pakis yang tidak dipotong itu, maka seolah-olah terpaksa Puyang Bige mengangkat pakis itu tinggi-tinggi kemudian mendongakkan muka keatas dan memasukkan sayur pakis ke mulut. Sebab jika tidak dengan cara demikian sulit untuk memakan sayur itu.
Kesempatan waktu mendongak inilah dipergunakan oleh Puyang Bige untuk melihat apa sebetulnya bermacam-macam suara diatas loteng. Rupanya suara-suara itu adalah pusaka-pusaka tua yang sakti dan berharga dari kerajaan Majapahit yang menarik perhatian Puyang Bige, tetapi yang paling utama diperhatikannya suara yang berbunyi hendak menghabiskan nyawa setiap orang yang dikehendakinya. Suara tersebut rupanya tidak lain adalah suara sebilah keris yang sangat anggun, sakti dan bertuah yang diselipkan disela Kajang Langkap.
Dibenak Puyang Bige timbul hasrat ingin memilki keris tersebut. Dan sewaktu Ratu Majapahit pergi mandi, dinaikilah loteng istana oleh Puyang Bige lalu disisipkanlah keris bertuah lagi sakti itu dipinggangnya. Belum lama sesudah itu Ratu Majapahit pulang dari mandi dan menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa keris yang amat diagungkannya itu sudah berada dipinggang Puyang Bige.
Pada mulanya Ratu Majapahit keberatan kalau keris itu diambil, sebab menurutnya letak kekuatan Majapahit sekarang hanya satu-satunya pada sebilah keris itulah. Kalau keris itu Puyang Bige ambil berarti kami akan makin lemah dan bukan tidak mungkin akhirnya kami akan mengalami kehancuran. Mendengar keberatan-keberatan yang dikemukkan oleh Ratu, Puyang Bige mengingatkan kembali akan isi perjanjian mereka beberapa waktu yang lalu, yaitu “ kendak kami tertuju, pintak kami tekabul…”. Mengigat isi perjanjian tersebut akhirnya Ratu tidak dapat berbuat apa-apa lagi kecuali menuruti kehendak Puyang Bige. Dengan demikian sejak saat itu keris tersebut menjadi milik Puyang Bige. (Sekarang ini kabarnya keris tersebut disimpan oleh Jurai tue dusun KUBA Gumay Lembak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar