GUMAY NIAN PO...!

25 Jun 2011

PERANG PEKIK NYARING DENGAN PALEMBANG

Oleh : Lan Djekindang

     Mendengar keragu-raguan Diwi Mengkute ini, lalu Puyang Pekik nyaring  bertambah nekad ingin memperisteri Diwi Mengkute ini,  meskipun dalam bentuk arwah. Tekadnya ini dimanifestasikan dalam pernyataan lisannya kepada Diwi Mengkute bahwa ia ingin mati atau tidak nyata, sehingga walaupun hanya arwah tetap ingin memperiste Diwi mengkute. Karena itu Puyang Pekik Nyaring menyatakan perang secara sepihak kepada Palembang yang tentu saja karena harga diri mendapat perlawanan mati-matian dari pihak Palembang. Dalam perang ini tak terhitung banyaknya orang Palembang yang menemui ajalnya. Sebab memang Puyang Pekik nyaring terkenal pula kesaktiannya kemana-mana. Hampir semua orang Palembang dihabisi kecuali yang tinggal dibilangan Lorong Paten sekarang, karena ditempat ini berdiam kelawai Puyang Pekik Nyaring  berserta suaminya. Tetapi akhirnya Puyang Pekik Nyaring sampai juga pada ajalnya disebabkan kelalaiannya sendiri sewaktu ia sedang istrirahat dirumah kelawainya yang bersuamikan orang Palembang itu. Melihat kakaknya yang tertua yang sangat disayanginya dan dikagumi itu duduk sendirian dan istrirahat maka kelawainya mendekat dan diperhatikannya rambut Puyang Pekik Nyaring sudah panjang betul melebihi bahu dan keadaan nya kusut masai, maka diambilkanlah oleh kelawainya  sebuah sisir guna membersihkan dan merapikan rambut kakaknya tadi, dan diberikan lah sisir terebut kepada kakaknya itu. Oleh Puyang Pekik Nyaring sisir itu diambilnya dan selanjutnya bersisirlah ia. Sambil bersisir itu terjadilah percakapan yang panjang antara Puyang Pekik Nyaring dan kelawainya dan dalam percakapan itu masih Nampak sifat kemanjaan dari seorang adik wanita terhadap kakanya. Diantara percakapan yang panjang tadi ada sesuatu yang ditanyakan oleh kelawainya yang semestinya tidak perlu dijawab dengan sebenarnya oleh Puyang Pekik Nyaring, namun Puyang Pekik Nyaring tidak menyadarinya dan berakibat menyebabkan kematiannya. Yaitu ketika kelawainya menanyakan : ‘ Ngape kakak di kalah-kalah bahkan dide mati melawan jeme Palembang ini padahal jeme sini banyak sedang kakak gi sukhang “.

            Mendengar pertanyaan  tersebut langsung saja Puyang Pekik Nyaring dengan rasa bangga menjawab : “Kebile pule kemati amu kakang ni li jeme disini. Amu suakhe pekikku di ilie badahku di ulu, amu suakhe pekikku di ulu badahku di ilie “. Mendengar keterangan Puyang Pekik Nyaring itu lelawainya memperhatikan dengan sungguh-sungguh sambil meng-anguk angguk kan kepala tanda mengerti. Kemudian Puyang Pekik Nyaring meneruskan penjelasannya :” Sebenarnya amu endak munuh aku ni mudan benae. Amu pekik aku di ulu pintasilah di ilie. Badah nyawe aku dibalik selembae daun lalang menitir. Terus tumbak engga slidi buluh bemban ye tumbuh di ulu tulung buntu. Dan matilah aku. “ Demikianlah penjelasan Puyang Pekik Nyaring pada kelawainya itu. Nah setelah sang suaminya pulang kerumah oleh kelawai puyang pekik nyaring ini diceritakanlah segala apa yang didengarkannya dari kakaknya Puyang Pekik Nyaring tadi kepada suaminya, dengan tidak disaring dan tidak ditimbang masak-masak buruk baiknya lebih dahulu. Dan Kelawainya lupa bahwa suaminya adalah jeme Palembang meskipun tidak bermusuhan langsung dengan kakaknya. Mendengar keterangan sang isteri maka diceritakan sesuatu yang sangat rahasia itu kepada hulubalang-hulubalang Palembang yang masih ada. Dan sewaktu perang tengah berkecamuk maka dilawanlah Puyang Pekik Nyaring dengan melakukan seperti apa yang pernah diceritakannya dengan kelawainya tadi, sehingga Puyang Pekik Nyaring menemui ajalnya.
            Selama Puyang Pekik Nyaring melakukan perang dengan Palembang itu, puyang Gune Raje meskipun ia berada didaerah uluan selalu memonitor perang yang dilakukan oleh Lautannya atas Palembang di iliran. Sebab suara pekikkan Puyang Pekik Nyaring di Palembang itu senantiasa dapat didengar oleh Puyang Gune Raje yang jauh diudik. Setelah beberapa hari Puyang Gune Raje yang jauh diudik tidak dapat mendengar suara pekikan Puyang Pekik Nyaring maka timbullah tanda Tanya dalam hati Puyang Gune Raje, apa gerangan yang telah terjadi. Mungkin kakak Pekik Nyaring lah mati, sebab pekiknya tidak terdengar lagi. Ditunggu lagi beberapa hari masih juga suara khasnya Pekik Nyaring tidak terdengar. Akhirnya Puyang Gune Raje mengambil kesimpulan bahwa kakak Pekik Nyaring pasti sudah mati menemui ajalnya. Otaknya terus berpikir langkah apa yang harus diambil. Berita kematian Puyang Pekik Nyaring sudah cukup membuat gundah hati istri Puyang Gune Raje ( salah seorang kelawai pula dari pekik nyaring). Hampir-hampir isteri Puyang Gune Raje ini putus harapan dengan kata-katanya sebagai berikut : “ Ai dik benae bedie  jeme ke beganti ngga kakak .
Mendengar kata-kata isterinya lantas Puyang Gune Raje tersentak dari lamunannya sembari dengan tatapan mata yang berkaca-kaca dan dengan nada suara yang bersemangat memberikan keyakinan pada isterinya bahwa ia senantiasa bersedia menuntut balas akan kematian kakak iparnya dengan ungkapan : “ Dide endak putus akhapan. Aku kebeganti engga kakak. Anye saratnye buatkah aku dalam waktu sehari sampang sulaman setehe emas”. Dan Selanjutnya sarat yang diajukan oleh puyang Gune Raje dapat dipenuhi oleh isterinya. Lalu berangkatlah dengan sampang sererang itu Puyang Gune Raje menuju Palembang.
            Sesampainya di Palembang Puyang Gune Raje menyaksikan dengan mata kepala sendiri seola-olah lautan bangkai manusia yang berserakan yang kesemuannya itu mati dibunuh oleh Puyang Pekik Nyaring. Tinggal beberapa saja yang masih hidup karena melarikan diri. Dan bagi yang menunjukkan sikap permusuhannya terpaksa dihabisi oleh Puyang Gune Raje. Akhirnya disuatu tempat yang bernama Padang Selasa  Puyang Gune Raje dapat menemukan jasad Puyang Pekik Nyaring yang sudah mati itu. Dan ditangan Puyang Pekik Nyaring tersebut masih menggenggam sebilah keris dengan kuatnya. Disekelilingnya terdapat bangkai-bangkai manusia berserakan. Rupanya meskipun Puyang Pekik Nyaring ini sudah mati, namun siapa saja mendekatinya dia masih mampu menghujamkan kerisnya dan menyerang. Melihat apa yang disaksikannya dihadapannya Puyang Gune Raje merasa harus juga berhati-hati mendekati jasad Puyang Pekik Nyaring. Setelah Puyang Gune Raje berkata : “ Ude, kamu tu lah mati kak !” . Barulah Puyang Gune Raje mengambil keris yang digenggam Puyang Pekik Nyaring dan oleh Puyang Pekik Nyaring keris tersebut dilepaskan dari genggamannya, barulah ia mati yang sebenarnya. Namun telunjuknya menunjuk sesuatu. Setelah ditelusuri arah telunjuk tersebut di temukan sebentuk cicin yang dikenal dengan CINCIN ALI-ALI dan oleh Puyang Gune Raje cincin tersebut dipakai. Dan kemungkinan besar kesaktian cicin inilah yang menyebabkan Puyang Pekik Nyaring meskipun sudah mati tapi masih mampu menyerang dan membunuh setiap musuh yang menghampirinya. Selanjutnya Puyang Gune Raje bermaksud membawa Jenazah Puyang Pekik Nyaring ke daerah asalnya di uluan yaitu dusun Langu melalui sungai Musi terus ke sungai Lematang. Sampai dimuare Lematang Rakit yang digunakan membawa jenazah dalam perjalanan itu berhenti, tidak biasa maju dan tidak biasa pula mundur. Akhirnya dicoba merapat ke tepian rupanya mau merapat ke tepi. Puyang Gune Raje dalam hatinya berkesimpulan mungkin sudah takdir dan memang permintaanya mau didaerah ini. Lalu oleh Puyang Gune Raje dikuburlah Puyang Pekik Nyaring di suatu tempat yang bernama “BAYURmuare lematang.

1 komentar: