Posted on Februari 4, 2009 by admin
Benarkah? Ya benar sekali, dalam sejarah yang tidak terungkap dan tidak
pernah terungkap dan hanya diungkap di kalangan akedemisi yang
berhubungan dengan sejarah, tercatat bahwa suku indian Cherokee
mayoritas beragama muslim. Sebagai bukti bahwa hal itu memang benar,
kalau ada rejeki dan kesempatan bisa berkunjung ke perpustakaan kongres
amerika (Library of Congress) silahkan minta untuk ditunjukkan arsip
perjanjian antara pemerintah AS dan orang-orang indian suku Cherokee
pada tahun 1787.
Disana akan terlihat tanda tangan kepala suku Cherokee saat itu
dengan nama Abdel-Khak and Muhammad Ibn Abdullah
Subhanalloh….
Kok bisa?
Sejarahnya panjang,
Semangat orang-orang Islam dan Cina saat itu untuk mengenal lebih
jauh planet (tentunya saat itu nama planet belum terdengar) tempat
tinggalnya selain untuk melebarkan pengaruh, mencari jalur perdagangan
baru dan tentu saja memperluas dakwah Islam mendorong beberapa pemberani
di antara mereka untuk melintasi area yang masih dianggap gelap dalam
peta-peta mereka saat itu.
Beberapa nama tetap begitu kesohor sampai saat ini bahkan hampir
semua orang pernah mendengarnya sebut saja Tjeng Ho dan Ibnu Batutta,
namun beberapa lagi hampir-hampir tidak terdengar dan hanya tercatat
pada buku-buku akademis.
Para ahli geografi dan intelektual dari kalangan muslim yang mencatat
perjalanan ke benua Amerika itu adalah Abul-Hassan Ali Ibn Al Hussain
Al Masudi (meninggal tahun 957), Al Idrisi (meninggal tahun 1166),
Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) dan Ibn
Battuta (meninggal tahun 1369).
Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al Masudi (871 –
957), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad seorang navigator muslim dari
Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889
Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The
Meadows of Gold and Quarries of Jewels), Al Masudi melaporkan bahwa
semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah Ibn Muhammad (888 – 912),
Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun
889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum
dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan kemudian kembali dengan
membawa berbagai harta yang menakjubkan.
Sesudah itu banyak pelayaran yang dilakukan mengunjungi daratan di
seberang Lautan Atlantik, yang gelap dan berkabut itu. Al Masudi juga
menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari
pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.
Dr. Youssef Mroueh juga menulis bahwa selama pemerintahan Khalifah
Abdul Rahman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya
orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba
(Palos) di Spanyol ke barat menuju ke lautan lepas yang gelap dan
berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa
barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.
Beliau juga menuliskan menurut catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn Umar
Al-Gutiyya bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II
(976-1009) seorang navigator dari Granada bernama Ibn Farrukh tercatat
meninggalkan pelabuhan Kadesh pada bulan Februari tahun 999 melintasi
Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Kepulaun Canary).
Ibn Farrukh berkunjung kepada Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan
ke barat hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan
Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Spanyol pada bulan Mei 999.
Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh
penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani.
Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub
Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya
mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr.
Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan
Islam.
Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di
Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua
Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari
(1300 – 1384) memerinci eksplorasi geografi ini dengan seksama. Timbuktu
yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban,
perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat
dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari
Timbuktu.
Sultan yang tercatat melanglang buana hingga ke benua baru saat itu
adalah Sultan Abu Bakari I (1285 – 1312), saudara dari Sultan Mansa
Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi
melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai
Mississippi.
Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara
dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para
eksplorer ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika
diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan
dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini
menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua
Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup akurat.
Bicara tentang Cherokee tentu saja tidak bisa lepas dari Sequoyah
(portait kiri atas). Seorang asli suku Cherokee yang menghidupkan
kembali Syllabary suku mereka pada 1821. Syllabary adalah semacam aksara
barangkali, bila kita mengenalnya dengan abjad A sampai Z maka suku
Cherokee memiliki cara sendiri untuk aksara-nya. Yang membuatnya sangat
luar biasa adalah ternyata aksara yang ditemukan kembali oleh Sequoyah
mirip sekali dengan aksara Arab (lihat gambar kanan). Beberapa tulisan
cherokee abad ke-7 yang ditemukan terpahat pada bebatuan di Nevada
bahkan sangat mirip dengan tulisan “Muhammad” dalam bahasa Arab.
Bukti lainnya adalah, Columbus sendiri mengetahui bahwa orang-orang
Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia faham bahwa
orang-orang Islam telah berada di sana terutama orang-orang dari Pantai
Barat Afrika. Mereka mendiami Karibia, Amerika Utara dan Selatan. Namun
tidak seperti Columbus yang ingin menguasai dan memperbudak rakyat
Amerika. Orang-Orang Islam datang untuk berdagang dan bahkan beberapa
menikahi orang-orang pribumi.
Lebih lanjut Columbus mengakui pada 21 Oktober 1492 dalam
pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba melihat sebuah masjid
(berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut sumber tulisan lain).
Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah ditemukan di Kuba,
Mexico, Texas dan Nevada.
Dan tahukah anda? 2 orang nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus
kapten kapal Pinta dan Nina adalah orang-orang muslim yaitu dua
bersaudara Martin Alonso Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon yang masih
keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan Muhammad III (1362). [THACHER,JOHN
BOYD: Christopher Columbus, New York 1950]
Dan mengapa hanya Columbus saja yang sampai saat ini dikenal sebagai
penemu benua amerika? Karena saat terjadi pengusiran kaum yahudi dari
spanyol sebanyak 300.000 orang yahudi oleh raja Ferdinand yang Kristen,
kemudian orang-orang yahudi menggalang dana untuk pelayaran Columbus dan
berita ‘penemuan benua Amerika’ dikirim pertama kali oleh Christopher
Columbus kepada kawan-kawannya orang Yahudi di Spanyol. Pelayaran
Columbus ini nampaknya haus publikasi dan diperlukan untuk menciptakan
legenda sesuai dengan ‘pesan sponsor’ Yahudi sang penyandang dana. Kisah
selanjutnya kita tahu bahwa media massa dan publikasi dikuasai oleh
orang-orang Yahudi yang bahkan dibenci oleh orang-orang seperti Henry
Ford si raja mobil Amerika itu. Maka tampak ada ketidak-jujuran dalam
menuliskan fakta sejarah tentang penemuan benua Amerika. Penyelewengan
sejarah oleh orang-orang Yahudi yang terjadi sejak pertama kali mereka
bersama-sama orang Eropa menjejakkan kaki ke benua Amerika.
Dan tahukah anda? sebenarnya laksam ana Zheng He atau yang di
Indonesia lebih dikenal dengan nama laksamana Cheng Ho adalah penemu
benua amerika pertama, sekitar 70 tahun sebelum Columbus.
Sekitar 70 tahun sebelum Columbus menancapkan benderanya di daratan
Amerika, Laksamana Zheng He sudah lebih dulu datang ke sana. Para
peserta seminar yang diselenggarakan oleh Royal Geographical Society di
London beberapa waktu lalu dibuat terperangah. Adalah seorang ahli kapal
selam dan sejarawan bernama Gavin Menzies dengan paparannya dan lantas
mendapat perhatian besar.
Tampil penuh percaya diri, Menzies menjelaskan teorinya tentang
pelayaran terkenal dari pelaut mahsyur asal Cina, Laksamana Zheng He
(kita mengenalnya dengan Ceng Ho-red). Bersama bukti-bukti yang
ditemukan dari catatan sejarah, dia lantas berkesimpulan bahwa pelaut
serta navigator ulung dari masa dinasti Ming itu adalah penemu awal
benua Amerika, dan bukannya Columbus.
Bahkan menurutnya, Zheng He ’mengalahkan’ Columbus dengan rentang
waktu sekitar 70 tahun. Apa yang dikemukakan Menzies tentu membuat
kehebohan lantaran masyarakat dunia selama ini mengetahui bahwa
Columbus-lah si penemu benua Amerika pada sekitar abad ke-15. Pernyataan
Menzies ini dikuatkan dengan sejumlah bukti sejarah. Adalah sebuah peta
buatan masa sebelum Columbus memulai ekspedisinya lengkap dengan gambar
benua Amerika serta sebuah peta astronomi milik Zheng He yang
dosodorkannya sebagai barang bukti itu. Menzies menjadi sangat yakin
setelah meneliti akurasi benda-benda bersejarah itu.
’’Laksana inilah yang semestinya dianugerahi gelar sebagai penemu
pertama benua Amerika,’’ ujarnya. Menzies melakukan kajian selama lebih
dari 14 tahun. Ini termasuk penelitian peta-peta kuno, bukti artefak dan
juga pengembangan dari teknologi astronomi modern seperti melalui
program software Starry Night.
Dari bukti-bukti kunci yang bisa mengubah alur sejarah ini, Menzies
mengatakan bahwa sebagian besar peta maupun tulisan navigasi Cina kuno
bersumber pada masa pelayaran Laksamana Zheng He. Penjelajahannya hingga
mencapai benua Amerika mengambil waktu antara tahun 1421 dan 1423.
Sebelumnya armada kapal Zheng He berlayar menyusuri jalur selatan
melewati Afrika dan sampai ke Amerika Selatan.
Uraian astronomi pelayaran Zheng He kira-kira menyebut, pada larut
malam saat terlihat bintang selatan sekitar tanggal 18 Maret 1421,
lokasi berada di ujung selatan Amerika Selatan. Hal tersebut kemudian
direkonstruksi ulang menggunakan software Starry Night dengan
membandingkan peta pelayaran Zheng He.
"Saya memprogram Starry Night hingga masa di tahun 1421 serta bagian
dunia yang diperkirakan pernah dilayari ekspedisi tersebut," ungkap
Menzies yang juga ahli navigasi dan mantan komandan kapal selam angkatan
laut Inggris ini. Dari sini, dia akhirnya menemukan dua lokasi berbeda
dari pelayaran ini berkat catatan astronomi (bintang) ekspedisi Zheng
He.
Lantas terjadi pergerakan pada bintang-bintang ini, sesuai perputaran
serta orientasi bumi di angkasa. Akibat perputaran bumi yang kurang
sempurna membuat sumbu bumi seolah mengukir lingkaran di angkasa setiap
26 ribu tahun. Fenomena ini, yang disebut presisi, berarti tiap titik
kutub membidik bintang berbeda selama waktu berjalan. Menzies
menggunakan software untuk merekonstruksi posisi bintang-bintang seperti
pada masa tahun 1421.
"Kita sudah memiliki peta bintang Cina kuno namun masih membutuhkan
penanggalan petanya," kata Menzies. Saat sedang bingung memikirkan
masalah ini, tiba-tiba ditemukanlah pemecahannya. "Dengan kemujuran luar
biasa, salah satu dari tujuan yang mereka lalui, yakni antara Sumatra
dan Dondra Head, Srilanka, mengarah ke barat."
Bagian dari pelayaran tersebut rupanya sangat dekat dengan garis
katulistiwa di Samudera Hindia. Adapun Polaris, sang bintang utara, dan
bintang selatan Canopus, yang dekat dengan lintang kutub selatan,
tercantum dalam peta. "Dari situ, kita berhasil menentukan arah dan
letak Polaris. Sehingga selanjutnya kita bisa memastikan masa dari peta
itu yakni tahun 1421, plus dan minus 30 tahun."
Atas temuan tersebut, Phillip Sadler, pakar navigasi dari
Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, mengatakan perkiraan dengan
menggunakan peta kuno berdasarkan posisi bintang amatlah dimungkinkan.
Dia juga sepakat bahwa estimasi waktu 30 tahun, seperti dalam pandangan
Menzies, juga masuk akal.
Selama ini, masyarakat dunia mengetahui kiprah Zheng He sebagai
penjelajah ulung. Dia terlahir di Kunyang, kota yang berada di sebelah
barat daya Propinsi Yunan, pada tahun 1371. Keluarganya yang bernama Ma,
adalah bagian dari warga minoritas Semur. Mereka berasal dari kawasan
Asia Tengah serta menganut agama Islam. Ayah dan kakek Zheng He
diketahui pernah mengadakan perjalanan haji ke Tanah Suci Makkah.
Sementara Zheng He sendiri tumbuh besar dengan banyak mengadakan
perjalanan ke sejumlah wilayah. Ia adalah Muslim yang taat.
Yunan adalah salah satu wilayah terakhir pertahanan bangsa Mongol,
yang sudah ada jauh sebelum masa dinasti Ming. Pada saat pasukan Ming
menguasai Yunan tahun 1382, Zheng He turut ditawan dan dibawa ke
Nanjing. Ketika itu dia masih berusia 11 tahun. Zheng He pun dijadikan
sebagai pelayan putra mahkota yang nantinya menjadi kaisar bernama Yong
Le. Nah kaisar inilah yang memberi nama Zheng He hingga akhirnya dia
menjadi salah satu panglima laut paling termashyur di dunia.(Early
Tokyo/sbl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar